Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi sebuah pondok pesantren. Ada hal menarik yang saya amati ketika turut sholat berjamaah di masjid pondok. Ribuan santri berusia awal belasan itu bisa teratur memasuki ruangan masjid berangsur-angsur. Tidak ada keributan berarti. Mereka umumnya langsung mengisi shaf terdepan yang masih bisa diisi, sholat sunnah tahiyatul masjid, lalu duduk tilawah quran atau menghafal, baik quran, hadits maupun matan kitab.

Hal ini berbeda 180 derajat dengan sholat berjamaah di masjid kompleks saya. Masjid yang jamaahnya hanya puluhan tersebut, akan langsung diramaikan oleh tingkah polah anak-anak ketika tiba waktu sholat.

Tentu fenomena di masjid komplek saya juga tidak bisa serta-merta disalahkan. Saya termasuk yang memaklumi kelakuan anak-anak tersebut. Walaupun ada juga yang bersikap keras menghadapi anak-anak yang berisik. Yang ingin saya amati adalah, bagaimana pesantren membangun sikap tertib di dalam masjid.

Dari pengalaman saya dulu bersekolah asrama, ada hal yang mirip yang saya temui. Di sekolah saya dulu, ada istilah kegiatan rutin terjadwal, kegiatan terprogram, kegiatan terproyek dan kegiatan kreatif mandiri. (Mm.. serius, kalau mau tahu sekolah saya, bisa gooling saja istilah yang saya sebut itu).

Mata kegiatan rutin terjadwal adalah kegiatan sehari-hari dari bangun pagi sampai istirahat malam yang dijadwalkan secara jelas dan wajib dilaksanakan. Mata kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kemandirian, disiplin, tanggung jawab, kebersamaan, setia kawan, dan melatih kepemimpinan dengan adanya penggiliran kepemimpinan dalam kelompok. Mata kegiatan ini memanfaatkan kehidupan asrama sebagai wahana pembentukan watak dan kepribadian siswa. Sistem kehidupan berasrama diselenggarakan dengan sistem among yang saling asah, asuh, dan asih dengan format hubungan abang/kakak-adik, menghindari hubungan senior-yunior. Yang dibidik dalam kegiatan ini adalah kebersamaan.

Mata kegiatan terprogram adalah kegiatan-kegiatan yang diprogramkan secara periodik setiap minggunya. Kegiatan ini biasanya dikenal dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan terprogram terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Kegiatan wajib berupa latihan pidato dan diskusi, bela diri, praktikum IPA dan komputer. Kegiatan pilihan meliputi cabang-cabang seni, olah raga, karya ilmiah, kepramukaan, dan lain-lainnya disesuaikan dengan minat siswa.

Mata kegiatan terproyek merupakan mata kegiatan yang dilakukan pada momen-momen penting tertentu seperti peringatan hari besar nasional dan hari besar agama, karyawisata, kegiatan latihan lapangan, lomba-lomba, pentas seni, jumpa tokoh nasional. Kegiatan ini dimaksudkan untuk penguatan penanaman nilai-nilai tertentu dan melatih kemampuan manajerial siswa dalam melaksanakan berbagai event. Kegiatan ini biasanya diadakan kira-kira dua sampai empat kali dalam setahun.

Kegiatan kreatif mandiri adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh siswa di sela-sela jadwal kegiatan yang diwajibkan. Kegiatan ini dapat berupa kegiatan individu maupun kolektif yang dapat mengembangkan inisiatif, kreativitas, rasa tanggung jawab, dan kemandirian siswa dalam mengisi waktu-waktu luangnya secara positif.

Nah, yang menjadi relevansi pengalaman sekolah asrama saya dengan amatan perilaku santri yang saya amati tertib dalam sholat berjamaah adalah bahwa perilaku tersebut lahir dari pola kegiatan yang disiapkan dengan baik. Hal ini sebenarnya juga pernah dinasehatkan seorang psikolog kepada saya, yaitu pola hidup yang tertib akan cenderung melahirkan pribadi yang matang dalam berpikir pula. Bisa merencanakan waktu dengan baik, bisa merespon kondisi dengan baik, bisa membawa diri dengan pas. Sebaliknya, pola hidup yang tidak tertib, dapat melahirkan pribadi yang terburu-buru, gedabrukan, mbingungi, dst.

Anak-anak yang berisik di waktu sholat, menampakkan mereka belum bisa mengatur antara waktu bermain dan waktu beribadah. Belum bisa menempatkan diri dengan baik di kondisi tertentu. Selain perlu diberitahu, ditertibkan dan juga dihadapi dengan reward dan punishment, perlu dilihat pula bagaimana pola ketertiban hidupnya dalam keluarga. Bisa jadi ada pengaruhnya.

Yang jelas, secara ilmu psikologi, ada cara untuk mengkondisikan anak menjadi tertib. Dan sudah terbukti. Silakan mau dimanfaatkan atau tidak.